Sejarah & Visi

Sejarah

Sekilas Pandang

Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Budaya UGM mempunyai dua program studi (Prodi), yaitu Prodi S1 Antropologi Budaya, dan S2 (Magister) Antropologi. Dua Prodi itu memiliki materi kurikulum terintegrasi, artinya kurikulum Prodi S1dan S2 merupakan satu kesatuan. Dua kurikulum itu dipisahkan karena masing-masing memiliki kompetensi lulusan yang berlainan, tetapi sebagai satu kesatuan, maka kurikulum S1 menjadi fondasi kurikulum S2, dan lulusan S1 memiliki fondasi yang kuat untuk meneruskan studi pada Prodi S2.

Departemen Antropologi telah merumuskan inti dari kurikulum pendidikan Antropologi yang sebaiknya diwujudkan di lingkungan FIB UGM. Intinya Departemen Antropologi mengelola dan mengembangkan ilmu Antropologi agar dapat menghasilkan keahlian yang mampu untuk menemukan dan menjelaskan perubahan sosial budaya yang dihadapi manusia baik di Indonesia maupun di dunia pada umumnya. Keahlian itu akan diwujudkan sebagai karya etnografi para civitas akademika, baik yang lulus di prodi S1 maupun S2. Para lulusan dapat menghasilkan karya etnografi dan dapat bekerja secara professional di bidang pengelolaan dan pengembangan kebudayaan.

Sejalan dengan arah pengembangan studi ilmu Antropologi, maka pendidikan Antropologi di UGM diarahkan dapat menghasilkan antropolog yang memiliki kemampuan handal untuk mempelajari dinamika masyarakat dan kebudayaan melalui pendekatan yang inklusif, reflektif dan dialektis.

  • Inklusif dalam arti antropolog tidak hanya terfokus pada masyarakat dan fenomena kebudayaan tertentu, tetapi juga melihat realita bahwa masyarakat tersebut terhubungkan secara dinamis dengan berbagai masyarakat dan fenomena kebudayaan yang lain.
  • Reflektif dalam arti antropolog tidak melihat masyarakat dan kebudayaan lain semata-mata sebagai fakta di luar diri para antropolog, namun juga sebagai pengalaman yang melekat pada diri mereka.
  • Dialektis dalam arti antropolog tidak hanya melahirkan karya analisis kebudayaan, namun juga kritik kebudayaan sebagai reaksi terhadap pemikiran dan praktik kebudayaan yang sudah ada.

Dengan membagi prodi di Departemen Antropologi ke dalam tiga prodi secara berjenjang, maka setiap jenjang mempunyai arah studi dan kompetensi lulusan yang berbeda. Prodi S1 menyajikan pendidikan tentang manusia dan kebudayaan yang bersifat fundamental dan sekaligus elementer, artinya pendidikan diarahkan mampu mengindentifikasi dan menggambarkan berbagai fenomena kebudayaan yang ada di berbagai setting dan konteks geografis, sosial, politik, sejarah. Mengindentifikasi dan menggambarkan kebudayaan diajarkan dalam Prodi S1 dengan memberikan materi kuliah tentang metode penelitian Antropologi dan teori Antropologi yang relevan, dan materi tentang membaca dan menulis etnografi sehingga alumninya memiliki kemampuan untuk membuat deskripsi etnografi yang kompeten.

Selain memberikan materi dasar di atas, Prodi S1 membekali mahasiswa untuk memiliki pengetahuan tentang berbagai penelitian etnografi di berbagai setting geografis, tema kajian etnografi. Selain itu, kuliah membekali mahasiswa mampu menjadi praktisi di bidang kebudayaan dengan mengenal kajian tentang antropologi terapan, pemberdayaan masyarakat dan apresiasi aneka ragam budaya seperti musik, kuliner dan lainya.

Prodi S1 Antropologi memberikan pengetahuan dan skill dasar sebagai antropolog profesional, sehingga target dari Prodi S1 adalah menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi tinggi dalam melakukan penelitian Antropologi, sehingga alumninya mampu membuat karya etnografi yang bersifat deskriptif. Lulusan bisa memproduksi karya tulis berbagai fenomena kebudayaan secara deskriptif dengan menggunakan metode dan kerangka teori yang tepat, dan memiliki keahlian dasar dalam melakukan penelitian terapan untuk memetakan tentang masalah sosial-kultural dalam masyarakat. Selain itu, mereka dapat memberikan rekomendasi dengan menggunakan cara berfikir Antropologi yang meletakkan kebudayaan sebagai asal usul masalah dan sekaligus sumber inspirasi dan jawaban untuk menyelesaikan masalah sosial-kultural tersebut.

Berbeda dengan Prodi S1, Prodi S2 memberikan materi yang lebih mendalam tentang ilmu Antropologi dengan membekali mahasiswa untuk mengenal secara kritis berbagai konstruksi tentang fenomena kebudayaan, metode dan teori-teori yang relevan. Fokus kurikulum S2 itu berkepentingan untuk meningkatkan daya kritis mahasiswa dalam menyimak dan menganalisis berbagai fenomena kebudayaan, metode dan teori yang digunakan guna menghasilkan karya etnografi. Dengan kata lain, karya etnografi yang dihasilkan bukan sekedar memaparkan fenomena secara deskriptif dengan menggunakan metode dan teori yang tepat, tetapi mahasiswa mampu menghasilkan etnografi yang kuat argumentasi teoritiknya baik yang dipakai atau yang dihasilkan. Oleh karena itu, studi pustaka dan studi komperatif menjadi bagian penting dalam kuliah dan tesis S2 karena mereka diharapkan dapat menghasilkan karya etnografi yang analitik dan orisinil.

Oleh karena materi kuliah S2 diarahkan untuk menghasilkan karya etnografi yang orisinil tersebut, maka lulusan S2 identik dengan sarjana Antropologi yang memiliki kompetensi yang lebih baik daripada S1. Jika Prodi S1 menghasilkan lulusan yang mampu melakukan penelitian etnografi secara deskriptif, dan memecahkan masalah sosial-budaya dalam masyarakat, maka Prodi S2 menghasilkan lulusan yang mampu melakukan penelitian mandiri, dan pemahaman teori yang kuat.

 

Awal Kebangkitan

Berdasarkan periode pendaftaran mahasiswa angkatan pertama, disepakati bahwa kelahiran jurusan Antropologi adalah bulan September 1964, tanpa menentukan tanggal kelahirannya. Dengan dibukannya jurusan ini, pada tahun itu di Indonesia telah berdiri tiga jurusan Antropologi. Universitas Indonesia (1957), kemudian di Universitas Padjajaran (1960). Pluralitas suku bangsa-suku bangsa dan kebudayaan bangsa Indonesia menjadi salah satu alasan utama berdirinya jurusan ini. Diharapkan dengan dibangunnya jurusan ini akan mampu mendidik dan menyiapkan tenaga ahli di bidang kebudayaan untuk menjembatani dan mengambil bagian penting dalam menyelesaikan berbagai masalah yang kemungkinan muncul akibat perbedaan kebudayaan suku-suku bangsa Indonesia.

Fakultas Sastra dan Kebudayaan, pada waktu jurusan Antropologi Budaya didirikan, berada di Dalem Yudonegaran dan sebuah bangunan lainnya di sebelah Barat Dalem tersebut. Sewaktu berdiri menjadi sebuah disiplin ilmu baru di UGM, jurusan Antropologi diketuai oleh Prof. R. Soemadi Soemowidagdo, seorang ahli Indologi dan Guru Besar Bahasa Arab, keluaran Universitas Leiden. Sedangkan tenaga pengajar yang betul-betul ahli Antropologi by training sebetulnya tidak tersedia pada waktu itu. Jadi di sinilah letak keberanian UGM sebagai Universitas perjuangan yang nekat mengambil resiko untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Universitas Gadjah Mada yang pada waktu itu dipimpin oleh Prof. Herman Johannes sadar betul dengan persoalan tidak adanya tenaga pengajar di jurusan Antropologi Budaya. Bersama dengan pimpinan Fakultas Sastra dan Kebudayaan yang dipimpin oleh Prof. Dra. Siti Baroroh Baried dan Ketua Jurusan Antropologi Budaya, lalu diusahakan untuk mendatangkan tenaga pengajar dari Universitas Indonesia. Lantas, Prof. Dr. Koentjaraningrat yang didatangkan untuk memberikan kuliah Pengantar Antropologi didampingi oleh asisten beliau. Selain itu Fakultas berhasil mendatangkan Drs. R.P. Soejono untuk memberikan kuliah Prehistori dengan waktu pertemuan yang terbatas.

Setahun kemudian, tanggal 16 September 1975, sejumlah 46 orang dari 111 mahasiswa dinyatakan lulus tingkat Propaduce. Artinya mahasiswa yang diwisuda itu berhak untuk melanjutkan kuliah ditingkat Baceloriat, untuk mendapatkan gelar Bachelor of Arts (BA). Pada September itu pula, jurusan menerima mahasiswa angkatan kedua dengan jumlah 62 orang. Kemudian, saat mencuatnya peristiwa G30S/PKI, Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM, pindah ke daerah Karang Malang. Di situasi seperti itu, beruntung Prof. Dr. Soedjito dari Jurusan Sosiologi Fakultas Sosial dan Politik bersedia mengajar mata kuliah Pengantar Sosiologi dan Metode Penelitian Sosial, sedangkan Pengantar Psikologi diberikan oleh Drs. M. Masrun dan Hasan Basri, BA.

Masa Pertumbuhan

Tahun 1968 jurusan kembali meluluskan enam orang mahasiswa tingkat Sarjana Muda yaitu Sjamsir Alam, Abdul Moefti, Sjafri Sairin, Gatut Murniatmo, Ariani dan Mulyadi. Dan beberapa bulan kemudian disusul oleh lulusan lainnya. Pada saat wisuda inilah kemudian mahasiswa bertemu dengan Drs. Kodiran, seorang Antropolog lulusan Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada yang bersedia menjadi pengajar tetap di Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM. Namun, sebagai satu-satunya Antropolog by training yang ada di Universitas Gadjah Mada tentu beliau mempunyai keterbatasan waktu untuk mengajar. Dengan upaya keras akhirnya Drs. S. Budhi Santoso dan Drs. Jimmy Tan atau J. Dananjaya bersedia untuk mengajar di jurusan Antropologi UGM.

Dalam periode ini, Prof. Dr. Koentjaraningrat menyarankan untuk menutup tingkat doktoral, dan mengupayakan untuk dapat menyelesaikan mahasiswa tingkat doktoral yang telah ada. Untuk mempercepat proses penyelesaian mahasiswa itu, Hari Poerwanto kemudian terpilih untuk mengikuti “pencangkokan” di jurusan Antropologi Universitas Indonesia selama setahun, kemudian disusul oleh Pudjo Hastjarjo.

Pada tahun 1970, kembali Jurusan Antropologi pindah kantor, mengikuti kepindahan Fakultas Sastra dan Kebudayaan ke Bulaksumur. Beberapa tenaga tamu dan pengajar asing mulai menyumbangkan tenaganya untuk mengajar di jurusan Antropologi, antara lain Drs. Nico L. Kana, MA dari Universitas Satyawacana, Salatiga, Ward Keeler, dari Universitas Cornell dan J. Weis, seorang antropolog dari Amerika. Tugas sukarela untuk mengajar ini dilakukan juga oleh Patrick Guinness, MA dari Australia dan Dr. Parsudi Suparlan pada tahun 1970an. Pada periode yang sama Drs. H.J. Daeng sarjana Antropologi lulusan UI diangkat menjadi dosen tetap di jurusan Antropologi UGM. Sementara itu ketua jurusan Antropologi dijabat oleh Drs. Kodiran.

Pada tahun 1972, Prof. Koentjaraningrat kembali mengajar mahasiswa tingkat doktoral Antropologi bersama dengan Prof. Dr. J. Vredenbergt yang juga mengajar mahasiswa tingkat doctoral. November 1973, Sjafri Sairin dan Hari Poewanto berhasil menyelesaikan studinya di bawah bimbingan Prof. Dr. J. Vredenbregt. Inilah gelombang pertama jurusan Antropologi UGM menetaskan mahasiswa untuk tingkat sarjana. Perkembangannya, Drs. Sjafri Sairin dan Drs. Hari Poerwanto diusulkan menjadi tenaga pengajar di jurusan Antropologi Fakultas Sastra, nama baru Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gadjah Mada.

Masa Pengembangan

Jumlah mahasiswa antropologi yang dapat menyelesaikan studinya bertambah antara lain, Drs. Soehardi, Drs. Buchari dan Drs. Gatut Murniatmo. Drs. Soehardi kemudian direkrut sebagai tenaga pengajar di jurusan. Pada tahun-tahun berikutnya tenaga pengajar bertambah dengan diterimanya Dra. Tuty Gandarsih, lulusan Universitas Padjajaran dan Drs. Amin Yitno (UGM) sebagai tenaga pengajar di jurusan.

Dr. Masri Singarimbun yang sudah menjadi tenaga pengajar tetap di Jurusan Antropologi berupaya untuk meningkatkan kualitas tenaga pengajar Jurusan Antropologi di bidang penelitian, dengan merekrut sejumlah pengajar untuk menjadi staf peneliti maupun asisten peneliti di Pusat Penelitian Kependudukan yang beliau pimpin. Di tahun 1977/1978, dari hasil dana proyek penelitian transmigrasi, jurusan berhasil membangun sebuah gedung yang terletak di sebelah kompleks Fakultas Sastra UGM.

Sedangkan untuk meningkatkan kualitas dosen di bidang keilmuan, tahun 1977/1978, Drs. Kodiran berangkat ke Philipina dan Drs. Sjafri Sairin ke Australia untuk mengambil program MA. Disusul juga oleh Drs. Amin Yitno yang berangkat untuk belajar ke Australia. Sementara itu Drs. Hari Poerwanto dan Drs. H.J. Daeng mengikuti program Doktor di bawah bimbingan Prof. Dr. Koentjaraningrat. Menjelang akhir tahun 1970, tingkat doktoral di jurusan Antropologi tetap tidak dapat dibuka karena tenaga pengajar yang belum memadai. Untuk menyiapkan tenaga pengajar tambahan, Heddy Shri Ahimsa-Putra, BA dan P.M. Laksono, BA, mengikuti program studi sarjana di UI dan Universitas Leiden. Setelah menyelesaikan studinya, mereka berdua diangkat sebagai dosen tetap di jurusan.

Diakhir 1970-an jurusan Antropologi membuka kembali tingkat doktoral. Seiring dengan itu, perubahan kurikulum nasional terjadi dengan tidak berlakunya lagi program sarjana muda. Pada periode itu Drs. Kodiran dan Drs. Sjafri Sairin sudah berhasil menyelesaikan studi MA nya dan kembali ke UGM pada awal 1980an. Sementara itu, tenaga pengajar di jurusan bertambah dua orang dengan masuknya Dra. Naniek Kasniyah dan Drs. Mulyadi. Dan di periode yang sama, Drs. Kodiran, MA kembali ke Philipina untuk mengambil Ph.D dan Drs. Sjafri Sairin, MA, ke Amerika. Kemudian disusul pula oleh Drs. Soehardi ke Inggris, Drs. Heddy Shri Ahimsa-Putra, MA dan Drs. P.M. Laksono, MA ke Amerika untuk mengambil gelar yang sama. Semetara itu Drs. Naniek Kasniyah, MA berangkat ke Australia untuk mengambil program Master di bidang kesehatan.

Sekitar pertengahan tahun 1980an, staf pengajar Antropologi bertambah dengan diterimanya Dra Atik Triratnawati, Drs. Bambang Hudayana, Dra Anna Marie Wattie, Drs. Pande Made Kutanegara, Drs. Irwan Abdullah, Drs. Aris Arif Mundayat dan Drs. Lono Lastoro Simatupang sebagai tenaga pengajar. Pada tahun 1990an, dosen-dosen muda di jurusan Antropologi juga mulai belajar ke luar negeri. Diantaranya Irwan Abdullah yang berhasil mendapat gelar S3 dari Universitas Amsterdam, Bambang Hudayana mendapat gelar MA dari Australian Nasional University, Anna Marie Wattie mendapat MA dan Dr. dari Universitas Amsterdam dan Atik Triratnawati yang mendapat MA dari sebuah universitas di Thailand. Drs. Mulyadi memperoleh MA dari UGM dan Tuty Gandarsih berhasil memperoleh MA dari Institut Pertanian Bogor. Pada pertengahan 1990an, tenaga pengajar di jurusan bertambah dengan masuknya Pujo Semedi menjadi dosen, disusul oleh Setiadi, S.Sos.

Awal 1990, jurusan semakin bertambah kuat dengan dikukuhkannya Dr. Masri Singarimbun sebagai Guru Besar Antropologi UGM. Beliau adalah Guru Besar pertama di bidang Antropologi di jurusan. Sejumlah tenaga pengajar dengan kualifikasi S3, memantapkan jurusan membuka program S2 Antropologi dan melalui program Pascasarjana UGM membuka pula program S3 Antropologi di bawah bimbingan Prof. Masri Singarimbun dan Prof. Dr. Umar Kayam. Pada tahun 1996, Prof. Dr. Masri Singarimbun meninggal. Di tahun 1998 Sjafri Sairin diangkat menjadi Guru Besar Antropologi, kemudian disusul oleh Dr. Kodiran dan Dr. Hari Poerwanto. Di seputar periode itu, sejumlah pengajar Antropologi berangkat ke luar negeri untuk mengambil gelar S3. Namun tanpa diduga sebelumnya, Dr. H.J. Daeng, meninggalkan kita selama-lamanya. Sementara, Drs. Amin Yitno memasuki masa pensiun.

*Dirangkum dari “SAMPAI MANA KAKI MELANGKAH DAN KEMANA HALUAN AKAN DIARAH: Refleksi 42 Tahun Jurusan Antropologi Budaya, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, 1964-2006” Oleh Prof. Dr. Sjafri Sairin.

Sebagai pembina, Departemen Antropologi telah mengembangkan program pendidikan untuk setiap prodi. Dengan membagi Prodi di Departemen Antropologi ke dalam dua Prodi secara berjenjang, maka setiap jenjang mempunyai arah studi dan kompetensi lulusan yang berbeda.  Adapun visi dan misi, tujuan, sasaran dan strategi dari Departemen Antropologi adalah sebagai berikut:

 

Visi

Visi

Terselenggaranya pendidikan tinggi di bidang Antropologi sehingga menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang handal dan kompetitif sebagai peneliti dan praktisi di bidang kebudayaan dan mampu menghasilkan karya etnografi untuk kepentingan akademis maupun praktis.

Misi

  1. Menyelenggarakan pendidikan tinggi di bidang Antropologi dari jenjang S1, S2 dan S3
  2. Menyelengarakan penelitian murni dan terapan untuk meningkatkan kualitas materi pendididikan dan pengembangan ilmu Antropologi
  3. Menyelenggarakan pemberdayaan masyarakat guna mewujudkan masyarakat yang berbudaya dan bermartabat tiggi.

Tujuan

  1. Menghasilkan lulusan terbaik di bidang Antropologi untuk jenjang pendidikan S1, S2 dan S3 sehingga mereka mampu bekerja di bidang penelitian dan pengembangan kebudayaan di berbagai sektor lapangan pekerjaan.
  2. Menghasilkan penelitian murni dan terapan yang diselenggarakan oleh dosen bersama mahasiswa guna mengembangkan ilmu pengetahuan Antropologi dan aplikasi Antropologi untuk pemberdayaan masyarakat.
  3. Menghasilkan program-program pemberdayaan masyarakat dalam bentuk pengembangan kebudayaan lokal, masyarakat multi kultural dan masyarakat sipil yang bermartabat.

 

Dosen Purna Tugas

#

(alm) Masri Singarimbun, Prof. Dr.

Demography, Development Studies

#

(alm) Hans J. Daeng, Dr.

Evolution and Diffusion Theory

#

Kodiran, Prof. Dr. M.A

Ecological Anthropology, Political Anthropology

#

Sjafri Sairin, Prof. Dr. M.A

Kinship and Family, Economic Anthropology

#

(alm) Hari Poerwanto, Prof. Dr

Chinese Diaspora Studies

#

Soehardi, Prof. Dr. M.A

Anthropology of Religion

#

Mulyadi, Drs. M.S

Material Culture

#

Amin Yitno, Drs.

Functionalism

#

Tuty Gandarsih, Dra. M.R.S., M.S.

Gender Studies

#

Naniek Kasniyah, Dr. M.A., M.Med.Sc.

Medical Anthropology

#

(alm) Anna Marie Wattie, Dr. M.A

Health Reproduction, Gender Studies

#

Media Studies, Interculturalism

#

(Alm) Tutik Sri Handayani, S.S., M.P.A.

Staf Administrasi

#

Sarwo Pribadi

Perpustakaan & Referensi