Presentasi di Köln, Jerman yang dilakukan oleh salah satu mahasiswa S1 Antropologi Budaya UGM di lokakarya “Beyond the Domesticated and Wild Divide” oleh Plant Biology and the Politics of Nutrition (BiPoN), University of Cologne, sebagai bentuk pertanggungjawaban setelah terlibat selama lebih dari setahun sebagai periset mahasiswa di dalam projek tersebut, berjudul “Modernizing and Ricificating Indigenous Community: Analysis on Staple Food Consumption Shift in Anak Rawa Indigenous Community, Riau Province”. Lokakarya oleh BiPoN berusaha memfasilitasi pertukaran ide dan gagasan lintas disiplin dan lintas benua di antara seluruh mahasiswa dan dosen yang terlibat. Presentasi mahasiswa UGM tersebut, yang dilaksanakan pada tanggal 12 Juli 2022, berisi tentang pengungkapan sebab, proses, serta dampak dari perubahan konsumsi pangan pokok dari sagu ke beras di sebuah masyarakat adat bernama Suku Asli Anak Rawa di Provinsi Riau.
Perubahan konsumsi pangan pokok ini terjadi akibat perpaduan dua pemaknaan, yang pertama oleh masyarakat adat itu sendiri, yang kedua oleh pemerintah Orde Baru. Suku Asli Anak Rawa melihat sagu sebagai makanan miskin karena dikaitkan dengan konteks kehidupan mereka kala itu (tergantung dengan alam, tidak kaya secara finansial, dll) dan melihat beras sebagai makanan kaya karena sulit untuk dijangkau. Sedangkan, Orde Baru melakukan beras-isasi berbasis paradigma modernisasi, meletakkan beras sebagai pangan pokok modern dan menginferioriasi pangan pokok non-beras; yang salah satunya mewujud ke dalam pemberian beras sebagai bantuan pangan kepada Suku Asli Anak Rawa dalam program PKMT pada tahun 1984, meski pangan pokok mereka kala itu merupakan sagu.
Perpaduan dua pemaknaan ini berkontribusi terhadap diinternalisasinya imaji modern dan non-modern oleh masyarakat adat tersebut, mendorong keinginan untuk ‘menjadi modern’ yang disamakan dengan kesejahteraan, sehingga membentuk proses pelanggengan perubahan konsumsi pangan pokok lewat usaha-usaha mandiri dalam meningkatkan kapital finansial. Impian akan kesejahteraan ini akhirnya tercapai lewat keberhasilan pertanian nanas selama kurang dari satu dekade belakangan. Kini, beras telah menjadi pangan pokok yang dikonsumsi sehari-hari, berbeda dengan sagu yang hanya dimakan sesekali untuk mengunjungi kenangan masa lalu.
Penulis: Annisa Tiara Putri