Hingga kini berburu merupakan bagian yang tidak terlepaskan dari kehidupan desa di Jerman Selatan. Setiap desa biasa memiliki asosiasi pemburu dengan wilayah berburu masing-masing. Hampir sepertiga, 32% (11.4 juta hektar) wilayah Negeri Jerman adalah kawasan hutan produksi yang dikembangkan sejak awal abad ke 19. Akan tetapi faktor utama yang mendukung pertumbuhan populasi binatang buruan, rusa dan babi hutan, adalah peningkatan luas kebun jagung guna memenuhi permintaan pakan ternak dan bio-etanol dalam lima dekade terakhir dari 0.5 juta hektar menjadi sekitar 2.5 juta hektar. Meningkatnya kebun jagung berarti menambah stok pangan bagi rusa dan babi hutan yang dengan cepat melesat populasinya menjadi 2.5 juta ekor babi hutan, 3 juta rusa tutul dan 165.000 ekor rusa merah (Burbaite dan Csányi, 2009; 2010). Sementara itu pembantaian serigala pada abad ke 19 mengakibatkan predator babi hutan dan rusa nyaris tidak ada lagi di Eropa Barat.
Populasi rusa dan babi hutan ini sangat besar, hingga mereka dapat dijumpai di segala tempat. Jalan raya yang melintasi kawasan hutan sering dilengkapi dengan rambu rusa melompat, untuk mengingatkan para pengemudi akan banyaknya satwa liar yang menyeberang. Tahun 2016 lalu penduduk kota Berlin dibikin panik dengan kedatangan rombongan babi hutan di taman parkir. Di berbagai kota besar Eropa lain, babi hutan juga sering menyerbu halaman rumah, mencari cacing dan makanan.
Berburu merupakan upaya pengendalikan populasi babi hutan dan rusa agar tidak menimbulkan kerusakan tanaman pangan dan mengganggu regenerasi hutan. Rusa suka memakan pohon hutan muda, babi hutan biasa membongkar tanah tempat pohon muda hidup. Pemerintah membagi berburu ke dalam sistem wilayah dan sistem pengelolaan satwa liar, dimana berburu hanya diijinkan dilakukan di wilayah tertentu (jagdbezirke) dan waktu tertentu (jagdsaison), guna menjaga keseimbangan populasi satwa dengan lingkungan hutan dan pertanian. Di wilayah Berlin dan Brandenburg sebagai contoh: babi betina induk, babon, 1 Oktober – 31 Januari; babi jantan dan betina bukan induk, 16 Juni – 31 Januari, babi anak, genjik sepanjang tahun. Musim berburu rusa: pejantan utama, bandot 1 Mei – 15 Oktober; rusa muda, 1 Mei – 31 Januari, dan rusa anakan, cempe, 1 September – 28 Februari.
Dewasa ini setiap tahun Pemerintah memberikan ijin untuk memburu sekitar 800.000 ekor rusa dan 600.000 babi hutan di seluruh Jerman dan menjadikan berburu sebagai arena persilangan berbagai nilai dan kepentingan: perlindungan lingkungan, ekonomi pertanian, bisnis pariwisata, kuliner, perlengkapan berburu, teritorialisme, identitas sosial, tradisi dan maskulinitas. Perkiraan kasar, bila setiap ekor babi hutan atau rusa yang ditembak memberikan 10 kg daging—jerohan dibuang oleh para pemburu—maka di Jerman setiap tahun ada sekitar 14 juta kilogram daging binatang buruan. Pada musim berburu, daging buruan sering tersedia atau dapat dipesan di toko daging. Di wilayah pedesaan dapat diketemukan restoran yang menyajikan menu daging buruan. Untuk menjaga kesehatan masyarakat, Pemerintah melarang keras pelepasan daging binatang buruan yang terinfeksi cacing bundar, trichinosis.
Prajurit Amerika yang berdinas di Jerman selama Perang Dingin berkomentar bahwa pemburu Jerman lebih suka diam menunggu sasaran mendekat dan memasuki wilayah tembak (anzits), daripada merunduk (pirsch) atau menggiring (treibjagd). Dalam hal tersebut, pemburu duduk di dangau yang ditinggikan (hochzits) di tepi kebun atau hutan. Popularitas teknik anzits mungkin berhubungan dengan bertambah luasnya kebun tanaman pangan yang perlu dilindungi serta melimpahnya populasi babi hutan dan rusa. Pada masa lalu, saat populasi binatang buruan terhitung sedikit, para pemburu cenderung aktif mengejar sasaran di dalam hutan, hingga pernah terjadi di tahun 1812, seorang pemburu Burschen Mehl ditangkap penduduk Wiernsheim, karena mengejar rusa hingga melintasi batas hutan desa (Staatsarchiv Ludwigsburg, D 44 Bü 400).
Oleh: Pujo Semedi