Mungkin mengejutkan, tetapi mungkin juga tidak, bahwa di kota-kota yang makmur di Eropa ada banyak orang yang hidup sebagai peminta-minta. Di depan toko-toko yang menawarkan kemakmuran dan kemewahan, duduk peminta-minta yang mengharap belas kasihan untuk mendapat penghidupan dari para pembelanja. Kadang ada pula yang membawa tulisan “Fur essen bitte”, “Sekadar untuk mendapat makan, tolong”. Dalam pandangan moralistik tidak seharusnya di negeri yang makmur ada warga yang hidup di jalanan, tidur di emper pertokoan, miskin dan terlantar, dengan kondisi kebersihan yang memelas. Telaah politik-ekonomi kritis menunjukkan bahwa janji kemakmuran orde industri-kapitalistik memang tidak terdistribusikan dengan merata menurut strata sosial, kelompok etnis maupun variasi geografis. Pengamatan terhadap para peminta-minta di kota besar Eropa menunjukkan bahwa secara sosial mereka tidak tersebar secara acak. Mereka bekerja dalam kelompok sosial daerah asal yang mapan dan mereka menempati wilayah kerja tertentu. Pagi sebelum toko buka, para peminta-minta bangun dari tempat istirahat kelompok di sudut-sudut kompleks pertokoan tertentu. Setelah makan pagi dan minum kopi yang dibeli dari warung roti, mereka segera menuju ke titik kerja masing-masing. Ada peminta-minta yang duduk menetap, karena sudah renta, menunggu jatuhnya uang logam ke topi yang ditengadahkan. Ada pula yang bergerak aktif mendekati para pembelanja, mengajukan cangkir kertas tempat kopi bekas. Lantas dari waktu ke waktu ada salah satu anggota kelompok yang berkeliling, menanyakan keadaan si peminta-minta, sudah makan apa belum. Pada sore hari, sekitar jam 17.00 sebagian peminta-minta berhenti bekerja dan kemudian duduk bersama di bawah pohon taman kota. Mereka ngobrol menceriterakan itu ini. Ada yang mengambil tempat agak terpisah dan berkomunikasi melalui hape, mungkin berbicara dengana anak atau keluarga di kampung halaman sana. Tak pelak lagi kerja meminta-minta ini secara sosial tertata dan terlembaga. Sedemikian tertatanya kelompok peminta-minta ini sampai ada dugaan di kalangan masyarakat luas bahwa mereka dikoordinasi oleh semacam mafia. Investigasi oleh stasiun televisi Bayern menunjukkan bahwa dugaan tersebut tidak tepat (Rundfunk, 2019). para peminta-minta memang punya kelompok yang tetap sebagai mekanisme untuk menjaga kelangsungan kegiatan kerja mereka, namun mereka tidak dikuasai oleh kelompok pelindung yang predatoris. Secara teratur menumpang bus antar-negara para peminta-minta kembali ke desa asal yang bisa ratusan kilometer dari tempat kerja, membawa pulang uang untuk biaya hidup dan pendidikan anak-anak dengan harapan bahwa mereka besok bisa mendapat karir yang lebih baik. Dari sudut pandang ini, kerja sebagai peminta-minta di kota-kota Eropa mungkin bisa dilihat sebagai mekanisme distribusi kesejahteraan dari bagian negeri yang memiliki akses besar terhadap kemakmuran industrial ke bagian negeri yang tidak mendapatkan akses tersebut.
Penulis: Pujo Semedi
Referensi:
A. Tillack (Director). (2019, 29-11-2019). DokThema [Television series episode]. In Rundfunk, B. (Executive producer), Die Bettler aus der Walachei: Bedürftige oder organisierte Bande? Munich.