Menyusuri lorong gelap untuk tiba pada basemen gedung tua kota Freiburg di Konradstrasse bernomor 14. Bersama Simone, saya menyepakati untuk bergabung dengan acara persiapan aksi boikot Friday For Future yang tentunya telah kami rancang untuk datangi. Kunjungan ini pun sebelumnya kami rencanakan berdasarkan informasi melalui teman yang bergiat di Bund-Jungen, salah satu lembaga yang berafiliasi mendampingi lintas aktivisme lingkungan kepemudaan di Freiburg.
Awalnya kami tidak mengerti apa yang tentunya akan kami perbuat dalam perbincangan untuk temu kala itu, selain halnya duduk takzim dan kemudian mencermati jalannya acara. Meskipun saya rasa kunjungan ini merupakan bagian dari observasi penelitian terkait tema aktivisme lingkungan di pertengahan musim semi dan direncanakan untuk diadakan pada kali ketiganya bagi aksi Friday For Future di kota Freiburg. Tetapi pada dasarnya, datang dengan maksud mencoba untuk memahami dinamika persiapan acara menjelang dilaksanakannya aksi demo beserta boikot melalui Friday For Future, bisa jadi merupakan pengalaman yang hanya sekali didapat oleh karena waktu saya yang terbatas untuk saat itu.
Di tengah perkenalan dan permintaan untuk bergabung dengan pertemuan tersebut. Kumpulan remaja yang duduk melingkar dan berjumlah 40 orang disertai dengan seorang pria dalam usia kisaran 60-an, spontan mengangkat kedua tangan diiringi dengan mengibaskannya secara serempak. Merasa bingung akan hal tersebut. Saya berusaha menerka, sembari mencermati diskusi hingga pada akhirnya dapat dipahami, bahwasannya mereka memberikan persetujuan dan terbuka bagi siapapun yang ingin mendengarkan dan bahkan mengikuti. Segala rangkaian acara yang memang ditujukan hanya bagi perwakilan dari masing-masing siswa sekolah untuk bersama saling berkoordinasi.
Melalui peserta yang duduk bersebelahan dengan saya yakni Carla, ia membantu menjelaskan apabila Friday For Future membuka kesempatan bagi siapapun untuk bergabung. Terkhusus anak muda di usia sekolah. Oleh karena keniscayaan mereka, bahwasannya komunitas ini berjalan dalam bentuk egaliter dan tidak perlu terpimpin oleh halnya peran seorang maupun beberapa figur semata. Namun saya tentunya masih ragu dan mencoba mempertanyakan, benarkah demikian ?
Bagi saya, acara yang diselenggarakan kali itu serupa dengan bentuk konsolidasi. Hal ini tentunya terkait dengan diskusi yang samar-samar saya ketahui dari penjelasan Simone bahwasannya di grup tersebut. Perbincangan Friday For Future mengarah pada persiapan publikasi acara, rilis pernyataan di balaikota, hingga mencapai persoalan bagaimana caranya mereka memperoleh kecukupan dana menjelang acara demonstrasi yang diselenggarakan pada tanggal 24 Mei mendatang. Mendengar itu semua, saya justru terbayang bagaimana jika temu koordinator Friday For Future kali ini sama saja dengan sebuah penyelenggaran acara yang memang membutuhkan banyak massa dan pengorganisasian yang matang ? Lalu, benarkah saya dapat memandang jika penyelenggaraan ini tidak sepenuhnya bersifat egaliter dan tetap memiliki suatu dominasi ?
Dalam suatu diskusi yang saling bersahut-sahutan dan terdengar asing bagi saya. Pada kesempatan itulah saya menjumpai seorang anak laki-laki yang saya perkirakan berusia 12 tahun berusaha untuk menginterupsi perbincangan yang nampak dari gerak-geriknya. Namun naas, tidak ada satupun dari ke-39 orang yang diperkirakan berada beberapa tingkat usia diatasnya, berusaha untuk memperhatikan acungan tangan dari anak ini. Satu orang yang saya pikir merupakan pria tua satu-satunya kala itu pun, menengahi perdebatan dengan meminta yang lainnya memberikan kesempatan untuk anak laki-laki ini berbicara. Tetapi disaat kesempatan telah tiba padanya, ia hanya berkata, “maaf saya urung mengungkapkan pendapat,” sembari memperlihatkan senyum sebagai tanda ikhlasnya ia kehilangan kesempatan.
Di tengah terpecahnya perbincangan itulah, kemudian hening sempat menyapa. Serta pemimpin diskusi yang sebelumnya telah dipercaya dalam kesepakatan forum. Memulai kembali penataan perbincangan agar tidak ada satupun usulan yang terlewat, oleh karena persoalan siapa yang hendak berbicara dan pada usia serta divisi seperti apakah mereka berada.
Oleh : Pamerdyatmaja