Pembukaan lahan gambut seribu hektar sebagai usaha manifestasi kebijakan swasembada pangan oleh pemerintah orde baru telah merubah banyak aspek dalam ekosistem rawa. Masyarakat Banjar yang meninggali kawasan sungai barito juga mengalami dampak yang begitu besar, selaras dengan mata pencaharian mereka yang mayoritas bergantung kepada alam. Nelayan sungai mendominasi jenis pekerjaan yang ditekuni oleh masyarakat Banjar di Jenamas, diperkirakan hingga 85% masyarakat merupakan nelayan sungai. Jumlah yang begitu besar ini tentu membentuk relasi antar spesies, yakni warga Jenamas dengan ikan air tawar. Relasi antar spesies ini meliputi usaha-usaha resistensi terhadap konsekuensi dari kebutuhan, kepentingan, dan juga manifestasi kebijakan yang telah terjadi. Nelayan dan ikan air tawar saling bekerja sama dengan tujuan utama yakni; mempertahankan hidup mereka. Usaha kerja sama keduanya ini juga secara langsung melibatkan rawa sebagai ruang berdinamika, sehingga hasil dari upaya kerja sama ini juga termasuk mempertahankan dan mereparasi keseimbangan ekosistem rawa agar baik dari nelayan maupun ikan air tawar ini sendiri tetap dapat melanjutkan hidup. Kerangka kerja more-than-human ethnography digunakan dalam studi kami untuk melakukan riset– menguak segala relasi dan simbol-simbol hubungan yang dijalin oleh manusia dan ikan air tawar ini. Riset yang dibiayai penuh oleh RKAT Departemen Antropologi Budaya FIB UGM ini dilakukan dalam waktu satu setengah bulan di Kecamatan Jenamas, Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah.
Penulis: Syahira Faidha Rachmawati