Saya selalu teringat dengan pernyataan James Acheson dalam tulisannya yang berjudul “The Anthropology of Fishing” (1981) dimana ia berargumen bahwa profesi sebagai nelayan penuh dengan ketidakpastian dan mereka tidak bisa merubah keadaan tersebut. Tentu saja mereka tidak mampu mengendalikan cuaca dan populasi ikan, yang bisa mereka lakukan hanyalah meningkatkan fishing efforts dengan logika dimana ketika mereka meningkatkan efforts maka semakin besar pula kemungkinan mereka mendapatkan hasil tangkapan yang baik[1]. Tiga puluh tujuh tahun sejak artikel tersebut diterbitkan, argumen Acheson terhadap nelayan dan ketidakpastian yang mereka hadapi rupanya masih relevan hingga saat ini. Hal ini saya jumpai ketika melakukan penelitian etnografis mengenai adaptasi nelayan skala kecil di kota Kristiansand, Norwegia. Penelitian selama kurang lebih dua bulan ini tak hanya menambah pengetahuan saya mengenai topik yang saya bahas, namun juga memberikan “tamparan keras” mengenai betapa menantangnya melakukan penelitian di lingkungan dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda.
Sejak saya memulai penelitian ini pada pekan terakhir bulan Januari 2018, tak terhitung seberapa sering saya mengalami penolakan dari calon informan saya. Bukan karena mereka tidak mau berkomunikasi ataupun berinteraksi dengan orang asing, melainkan kendala bahasa yang membatasi kemampuan berkomunikasi kami. Tidak banyak nelayan di Kristiansand yang mampu berbahasa Inggris, sementara saya sendiri masih belum menguasai bahasa Norsk. Jika tanpa bantuan penerjemah atau “interpreter” yang disediakan oleh Universitetet i Agder (UiA) mungkin hingga saat tulisan ini dibuat saya masih belum mendapatkan data apapun dari lapangan. Tantangan lain yang saya hadapi selama melakukan penelitian ini adalah kondisi dimana para nelayan skala kecil yang sangat sulit untuk dijumpai. Terdapat dua penyebab dari kendala tersebut, pertama saya melakukan penelitian ditengah musim dingin terburuk yang dialami Kristiansand selama beberapa tahun belakangan, hal ini membuat nelayan skala kecil enggan untuk pergi mencari ikan karena cuaca yang buruk mampu mengancam keselamatan mereka. Kedua tidak ada satupun orang yang tahu jadwal melaut para nelayan dengan kapal kecil (sjark: dalam istilah mereka), hal ini disebabkan oleh tidak adanya tuntutan maupun aturan yang mengatur kapan mereka harus pergi mencari ikan, berbeda dengan kapal-kapal trawl industrial yang harus memenuhi kuota tangkapan untuk diekspor.
Memang tak bisa dipungkiri jika nelayan harus berhadapan dengan ketidakpastian, namun rupanya dalam melakukan penelitian mengenai nelayan pun juga tak jauh dari kata “tidak pasti”. Di sisi lain, saya juga mendapatkan pengalaman yang mungkin tidak akan saya dapatkan jika saya melakukan penelitian di tempat lain. Setidaknya saat ini saya bisa sedikit memahami kesulitan yang dihadapi para etnografer di masa lalu ketika mereka tengah melakukan penelitian etnografi di lingkungan yang asing, layaknya Geertz dan Malinowksi. Akhir kata, hal yang bisa saya pelajari dari pengalaman melakukan penelitian mengenai nelayan skala kecil di Kristiansand, Norwegia adalah melakukan penelitian etnografi bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, terutama jika peneliti tidak berasal dari wilayah asalnya sendiri.
[1] Semedi, Pujo. 2003.
Oleh: Irfan Ardiasyah